28 Nov 2016

Saat Tahapan Proses Produksi Kurang Diperhatikan, Sehingga Roti Tidak Berkualitas. 5 Tips Berikut, Bisa Membantu Menanggulanginya !

Proses pembuatan roti merupakan proses yang sangat rumit ditinjau dari interaksi berbagai bahan  baku (ingredients), proses produksi, dan tentunya  kontrol terhadap setiap proses produksi.

Berbagai kontrol terhadap suhu atau temperatur yang terjadi dalam memperlakukan adonan, mulai dari proses mixing, intermediate profing,final profing, baking dan pengemasan (packing) harus terjaga dengan baik dan tepat.

Dalam Industri roti banyak hal akan terjadi , terutama berhubungan dengan kualitas roti yang di hasilkan,  jika setiap tahapan proses produksi tidak di perhatikan dengan benar. Bagaimana cara mengatasinya?

Banner Promo crop (kontak)

Dalam tulisan ini akan di sampaikan tahapan pembuatan roti yang harus diperhatikan dan parameter apa saja yang harus di lihat  dalam proses produksi roti,sehingga kualitas roti yang di hasilkan dapat memiliki standard kualitas  yang di harapkan.

Sebagaimana pemahaman yang seharusnya dalam melihat parameter kualitas roti, maka roti dapat dinilai memiliki kualitas yang baik, dapat di ukur melalui sifat eksternal dan internal dari roti yang di hasilkan.

Parameter eksternal merupakan tolok ukur dari kualitas roti yang dapat di lihat secara kasat mata (dari luar) yang terdiri dari ; volume, keserasian bentuk (symetri of shape), warna kulit (crust color) dan kelenturan atau kelembutan kulit (crust character).

Sedangkan secara internal, di lihat roti setelah matang dan dingin kemudian dipotong menjadi dua bagian , dan dilihat bagian dalam (internal roti), kemudian dievaluasi sifat internalnya. Adapun parameter internal yang di lihat untuk menentukan kualitas roti yaitu; pori-pori (crumb), warna pori-pori (crumb colour), karakter pori (crumb character), bau (flavor) dan rasa (taste).

Lalu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas roti yang dihasilkan. Secara umum ada 3 faktor utama yang yang yaitu ; Bahan baku (raw material), Keseimbangan formula (resep) dan proses produksi. Dalam kesempatan ini akan di bahas 2 hal besar (major) yang sering kali terjadi di Industri roti yaitu penggunaan bahan baku dan proses produksi.

Keluhan terbesar yang sering terjadi dan termonitor paling banyak di Industri roti, yaitu tidak mengembangnya adonan sehingga volume terbentuk tidak semestinya dan terkadang kerusakan yang fatal adalah adonan tidak mengembang.

Untuk mengatasi hal tersebut maka penentuan parameter yang harus diperhatikan adalah : Kualitas bahan baku yang di gunakan harus memimiliki parameter mutu yang selalu di perhatikan setiap saat. Untuk Industri manufacture besar, biasanya mereka telah memiliki standard spesifikasi produk  yang telah di tetapkan dan di jaga kualitas mutunya  (Quality Control).

Di Industri roti yang masuk kategori semi Industri  sering kali penetapan mutu dengan spesifikasi numerik angka hasil analisa kimia, sifat kimia atau uji fisik bahan terkadang belum begitu di perhatikan dan cenderung mungkin belum di pahami secara semestinya.

Oleh karena itu, solusi termudah dalam melakukan control terhadap mutu bahan baku adalah, dengan melihat ; masa kadaluwarsa  (expired date), kondisi fisiknya (bentuk, bau dan rasa) dan selalu minta kepada supplier bahan baku untuk memberikan spesifikasi produk ataupun hasil analisa mutu produk (Certifate of analysis).

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam menjaga kualitas yang bersifat non fisik dengan memahami dan mengingat secara demografi produk roti yang di hasilkan akan di konsumsi oleh pelanggan yang mayoritas beragama Islam di Indonesia, maka sekalian di minta sertifikat Halal MUI, untuk menjaga kualitas produk berdasar “value” atau kepercayaan pelanggan.

Hal ini perlu selalu di jaga sehingga kepercayaan yang timbul dari pelanggan bukan hanya dari sisi kualitas produk (parameter mutu dan cita rasa), namun tentunya juga akan timbul kepercayaan secara psikologis bahwa produk roti yang di makan akan memberikan rasa aman bagi pembelinya yang memiliki kepercayaan tertentu dalam mengkonsumsi makanan.

Faktor lain guna mempertahankan mutu produk di tinjau dari proses produksi, adalah setiap tahapan proses produksi harus di tentukan parameternya dengan membuat Standard operasional Prosedur  (SOP) yang ketat asas atau di laksanakan dengan ketat sehingga proses produksi akan dapat di lakukan dengan cara yang sama dari waktu ke waktu.

Tentunya untuk menjalankan SOP ini di butuhkan infrastruktur dan perlatan pendukung yang semestinya ada guna mendukung agar proses produksi dapat berlangsung dengan baik. Faktor lain yang menyangkut implementasi dai Pelakasanaan SOP ini adalah kedisiplinan manusia yang menjalankan prosedur yang telah di tetapkan.

Setiap operator atau baker harus memiliki sikap dan pemahaman yang sama dalam melakukan proses produksi baik mulai dari mengaduk (mixing), membulatkan adonan (rounding), membentuk adonan (moulding), pengistirahat sementara (intermediate proofing) , fermentasi akhir ( final profing), proses pengovenan  (baking) dan pengemasan (packing).

Semua tahap harus di buat prosedur dengan rentang waktu yang tertulis yang biasa terjadi di masing-masing Industri roti , mengingat  ketersediaan alat, fasilitas produksi dan tentunya tingkat pendidikan baker atau operator yang berbeda-beda, maka prosedur harus di buat berdasar pada kondisi terbaik (best practices) dari masing-masing industri roti tersebut.

Guna memahami lebih lanjut tentang tahapan proses produksi roti dan pengaruhnya terhadap kualitas roti maka kita harus memahami bagaimana roti itu dapat mengembang, setidaknya ada 2 proses utama yang mempengaruhi pengembangan adonan yaitu proses pengadukan dan final proofing.

Dapat diilustrasikan bahwa proses pembuatan roti adalah  proses pengembangan adonan (dough development) yang terjadi dalam pengadukan (mixing) , dimana dalam proses tersebut  akan  terbentuk jaringan gluten melalui (ikatan disulfida), sehingga gluten dalam adonan mampu menangkap gas CO2 (gas retention) yang di hasilkan oleh yeast.

Selain itu faktor kedua yang mempengaruhi pengembangan adonan adalah, kinerja atau aktivitas yeast dalam menghasilkan gas CO2, melalui kontrol suhu atau temperatur yang terjadi mulai dari pengadukan, istirahat sementara (intermediate proofing), final proofing, dan pengovenan (baking). Marilah kita coba telaah satu  per satu dalam tiap proses produksi;

  1. Proses Pengadukan (Mixing );

Proses pengadukan merupakan tahap pertama dalam proses pembuatan roti yang menentukan kualitas dari sisi peningkatan volume, terjadinya robekan atau rekahan (break and shread) terutaman dalam pembuatan roti tawar (open top), warna crumb dan tekstur  pori-pori (crumb texture).

Dalam proses pengadukan titik kritis yang harus kita ketahui dalam membuat roti adalah terjadinya pembentukan kalisnya adonan (dough development), dimana pada kondisi tersebut pengembangan adonan terjadi pada kondisi yang optimal.

Ciri-ciri utama kalisnya adonan adalah terbentuk tekstur film adonan yang tipis, transparan dan jika ditarik hingga robek akan ada robekan adonan yang lurus.  Hal yang harus dihindari adalah, jangan sampai terjadi adonan yang kurang kalis (under mixing),  karena akan mengakibatkan volume roti yang kurang mengembang, warna kulit yang pucat (pale),terjadi rekahan atau robekan di permukaan kulit yang berlebihan, pori-pori (crumb) yang rapat (dense) dan tektur roti yang padat.

Sedangkan sebaliknya adonan juga di hindari agar tidak terjadi kelebihan aduk (over mixing) yang akan mengakibatkan adonan menjadi sticky (lengket) yang akan  berpengaruh volume roti yang bantat, pori-pori yang terbuka tidak rata (open crumb), warna permukaan kulit yang cenderung cepat gelap, dan tekstur pori-pori tidak rata dan kasar.

 

  1. Kontrol temperatur selama proses pengadukan atau mixing

Disamping ketepatan dalam melihat kalisnya adonan, faktor kedua yang mempengaruhi kualitas roti adalah kontrol terhadap temperatur adonan selama proses pengadukan. Bagaimana caranya?

Dalam proses mixing terjadi gesekan mekanis antara adonan dengan bowl dan pengaduk atau dengan mesin pengaduk , sehingga akan timbul gesekan (friction) yang dapat menimbulkan peningkatan temperatur dalam adonan. Sehingga dalam proses ini akan di kenal dengan adanya friction factor atau faktor friksi antara adonan dan mikser yang di gunakan.

Untuk mempertahankan agar terjadinya gesekan mekanis tidak memberikan efek panas yang berlebihan, maka kita harus melakukan kontrol suhu adonan dengan jalan penambahan air dingin pada kisaran suhu 4 – 8 °C sehingga suhu akhir adonan (final dough temperature) dapat tercapai pada kisaran 25 – 28°C.

Hal lain yang mempengaruhi temperatur adonan adalah suhu ruangan produksi yang tentunya dapat di setting pada kondisi ideal sama dengan suhu final dough temperatur yaitu pada kisaran 25 – 28 °C, agar adonan tidak terlampau cepat mengembang sehingga menyulitkan dalam proses berikutnya, dan juga mengakibatkan pori-pori adonan menjadi tidak rata yang akan terbawa hingga akhir pembakaran, sehingga pori-pori roti (crumb) akan tidak rata (uneven) atau bahkan pada kasus yang ekstrim akan terbentuk lubang-lubang di sekitar pori-pori (crumb) dan kasar.

 

  1. Fermentasi akhir (final proofing)

Setelah proses pengistarahatan sementara  (intermediate proofing) ,potong dan timbang (cutting and dividing),pembulatan adonan (rounding), maka tahap berikutnya merupakan titik kritis dalam proses produksi roti adalah final proofing.

Proses fermentasi akhir (Final Proofing) adalah proses mengembangkan adonan dengan jalan memberikan kondisi yang tepat bagi yeast dalam beraktifitas sehingga gas CO2 yang di hasilkan akan optimal. Bagaimana caranya? Aktifitas  yeast sangat di pengaruhi oleh 4 hal yaitu suhu dan kelembaban, pH, sumber makanan dan cairan.

Dalam proses fermentasi akhir agar terbentuk gas CO2 yang optimal dapat di lakukan dengan melakukan kontrol temperatur pada kisaran 35 -38°C dan kelembaban relatif (RH) antara 80 – 85 %. Jika kondisi ini dapat di pertahankan maka proses fermentasi akan terjadi pada kisaran antara 60 menit hingga maksimal 70 menit , sehingga proses fermentasi tidak berjalan terlampau lama.

Apa yang terjadi jika suhu temperatur tidak pada kisaran tersebut dan cenderung di bawah standard dengan kelembaban yang tidak terkontrol?

Biasanya ini terjadi pada fermentasi yang hanya di lakukan dengan menutup dengan plastik dan hanya di biarkan dalam suhu kamar, maka yang terjadi adalah kecenderungan adonan menjadi kering serta terbentuk permukaan atas yang kering (atau mengulit), karena permukaan atas adonan yang kering dan pada akhirnya mengakibatkan kulit roti yang di hasilkan cenderung tebal . Cara mengatasinya adalah dengan melakukan proses fermentasi dalam proofing box yang di kontrol suhu pada kisaran 35 – 38 C dan kelembaban relatif (RH) antara 80 – 85 %.

 

  1. Proses Pemanggangan

Tahap berikutnya setelah proses fermentasi akhir adalah proses pemanggangan (Baking). Dalam proses pemanggang ini akan terjadi berbagai reaksi biokimia yang melibatkan inaktivasi enzim, yeast, perubahan pati dan gluten dalam adonan.

Menurut (Pyler, 1979) dalam Husin Syarbini., 2013, dalam proses pemanggangan terjadi perpindahan panas dari oven yang akan mengubah adonan menjadi produk ringan, berongga (porous), siap cerna dan kaya rasa. Pada tahap proses pemanggangan ini akan terjadi reaksi peningkatan volume yang terjadi sangat cepat, yang di kenal dengan istilah oven spring atau oven jump.

Peningkatan ini terjadi pada interval waktu 6.5 menit dari total waktu yang di butuhkan dalam pemanggangan, dimana terjadi kenaikan suhu adonan, kenaikan volume hingga 1/3 kali dari volume semula. Selanjutnya akan terjadi reaksi biokimia adonan yang terjadi selama pemanggangan sebagaimana berikut;

 

Suhu Internal adonan Proses
35 ° C Saat mulai masuk di oven
50° C Pati mulai mengembang dan pecah
60° C Yeast mati
60° C – 65° C Terjadi gelatinasi pati
70° C Denaturasi gluten
74° C Koagulasi Protein
77° C- 82° C Aktifitas enzim terhenti
80° C – 100° C Pembentukan pori-pori (crumb) roti
150° C – 205° C Terjadi pembentukan warna kulit

 

Dari proses ini akan terlihat, jika proses pemanggangan terjadi tidak semestinya seperti under bake (pemanggangan kurang), maka produk akan cenderung memiliki warna yang pucat (pale), volume yang kurang optimal, keserasian bentuk yang tidak di harapkan, pori-pori yang masih agak basah dan tentunya akan berpengaruh terhadap bau dan rasa yang cenderung masam.

Sementara itu, jika proses pembakaran yang terlalu lama (over baking) maka akibat langsung yang terlihat adalah warna kulit yang terlalu gelap (cenderung gosong), kulit roti yang kering, pori-pori yang terlalu kering dan tekstur yang kasar,serta tentunya bau dan rasa yang terbentuk tidak semestinya.

Keseluruhan artikel selengkapnya dan bagaimana cara membuat SOP proses produksi beserta fungsi masing-masing tahapan pembuatan roti sudah di jelaskan dengan lengkap dalam Buku A-Z Bakery, silahkan ORDER untuk memperoleh buku tersebut.

 

Berlangganan dan Download 3 E Book Bagus

Post advert

1
Hallo ! Ada yang bisa dibantu?
Powered by